Anda ingin kaya mendadak? Tinggal tunggu saja wangsit turun lewat mimpi. Namun, wangsit pesugihan itu hanya akan turun ketika seseorang melakukan tirakatan di pulau Seprapat yang terletak di muara sungai Silungonggo, Pati, dan berada di pantai laut teluk Jawa. Aroma mistik sudah terasa ketika Anda memasuki pulau yang memliki luas hanya 110 X 65 meter itu. Selain pepohonan, di pulau tersebut orang dapat menemukan makam tua yang bertuah.
Itulah makam yang sering disebut-sebut sebagai makam seorang wali yang bernama Ki Lodang Datuk Wali Joko. Semasa hidupnya, Ki Lodang dikenal sebagai tokoh yang kebal bermacam-macam kekuatan gaib. Termasuk, tidak mempan dikirim hawa panas macam santet dan tenung dari orang pintar yang bermaksud jahat. Bagi peziarah yang ingin sampai di pulau Silungonggo, lebih dulu harus menemui juru kunci tempat keramat itu, namanya Salimin.
Lelaki renta ini siap mengantar siapa saja yang berziarah. Termasuk berperan menghantar doa dan permohonan yang diinginkan peziarah ke hadapan arwah Ki Lodang Datuk. Di sini, ada syarat utama yang harus dipatuhi peziarah. Yakni, hanya diperbolehkan melakukan ziarah pada malam hari. Setelah matahari tidak terlihat lagi di atas awang-awang. Sebaliknya jika terlanjur datang siang hari maka disarankan agar lebih dulu beristirahat di rumah Mbah Salimin.
Perlengkapan ritual yang dibutuhkan berupa kembang boreh, dan kembang setaman yang ditambah dengan sesaji lain. Namun, karena sang juru kunci, Mbah Salimin satu-satunya mata pencahariannya mengantar peziarah, maka dia mengenakan biaya pengawalan pada peziarah sekitar Rp150 ribu sampai Rp200 ribu.
Tepatnya, bila malam telah merayap Mbah Salimin akan mengantar peziarah perorangan atau rombongan ke makam sang wali. Modal dia hanya sebuah perahu tradisional yang siap setiap setia menyusuri sungai Silungonggo menuju ke pulau Seprapat. Sesampainya di sana, Mbah Salimin mengajak peziarah memasuki sebuah makam tua. Di tempat ini, siapa saja diharuskan berdoa memohon apa yang diinginkan. Mbah Salimin sendiri yang akan membimbing mereka.
Hanya saja, cara dan metode berdoa tergantung dengan kepercayaan masing-masing. Itu pun boleh dilakukan dengan cara bersila, tiduran, atau bahkan dengan tidur beneran. Selama semalam di tengah ritual memohon, peminta kekayaan diharuskan merendah dengan khusyuk mengheningkan cipta. Larut dalam suasana sakral di tengah malam tirakat yang dia jalankan.
Biasanya, pada tengah malam pelaku dengan sendirinya akan keletihan, selebihnya seperti tersirep langsung tertidur. Dan, di tengah tidurnya itulah wangsit biasanya turun. Memberikan petunjuk cara mendapatkan kekayaan sekaligus usaha-usaha yang harus ditekuni. Begitu peziarah tertidur Mbah Salimin akan meniggalkannya seorang diri dan kembali menjemput setelah matahari kembali bersinar.
Sesuai wangsit yang datang di tengah kegelapan malam itu, siapa saja akan menjadi kaya raya dalam waktu tidak lama. Namun, sebagaimana persyaratan yang harus dipenuhi, peminta pesugihan selebihnya akan menjalin perjanjian batin dengan penunggu pulau itu. Yakni, ditunjukan dengan kembali berziarah ke makam Ki Lodang setiap setahun sekali atau maksimal 1.000 hari.
Di samping itu, masih ada perjanjian lain yang lebih mengerikan. Bagi siapa saja yang sudah mengikat kontrak dengan penunggu makam Ki Lodang, harus merelakan salah satu orang yang dicintai sebagai tumbal. Bisa anak kandung atau keponakan. Biasanya, kurang dari 40 hari setelah berziarah orang yang ditumbalkan akan menemui ajalnya dengan cara mengenaskan, seperti kecelakaan, dibunuh orang, atau mati mendadak.
Konon, setelah mati arwahnya akan menjadi kera jadi-jadian yang menghuni pulau tersebut. Karena itu, bila suatu saat Anda berkunjung ke pulau ini, Anda akan didekati oleh seekor kera. Perwujudannya memang binatang, tapi sebenarnya dia memiliki jiwa dan perasaan layaknya manusia. Begitu mata bertatap tiba-tiba ia akan meneteskan air mata kesedihan sambil menatap dalam-dalam orang yang datang.
Mungkin dia meratapi nasibnya yang dijadikan tumbal oleh orang tuanya. Juga merasa iba menyaksikan tumbal-tumbal baru akan datang di pulau penuh misteri tersebut. Untuk menghilangkan kesedihan dan menghibur sang kera, Mbah Salimin biasanya meminta peziarah yang balik ke pulau membawa barang-barang kesukaan anak-anak atau orang yang telah dia jadikan tumbal.
Bisa berupa pakaian, mainan, atau makanan kegemaran. Anehnya, yang bisa melihat kera itu hanyalah mereka yang pernah menjalin perjanjian gaib saja. Konon, kemampuan melihat alam gaib itu lantaran dalam dirinya sudah menjadi bagian dari alam gaib pulau Seprapat. Setidaknya, jika dia mati kelak arwahnya juga akan menjelma menjadi kera jadi-jadian penunggu pulau sunyi tersebut.
Tak heran, jika di pulau kecil itu sampai saat ini masih sering ditemukan benda-benda kesukaan anak-anak, seperti boneka, mainan, atau bantal kecil. Namun, asal-usul benda itu pun masih misterius, apakah pembawaan para peziarah atau benda yang hanyut terbawa arus sungai yang meluap ? Yang jelas, pulau itu masih menyimpan sejuta misteri.
Itulah makam yang sering disebut-sebut sebagai makam seorang wali yang bernama Ki Lodang Datuk Wali Joko. Semasa hidupnya, Ki Lodang dikenal sebagai tokoh yang kebal bermacam-macam kekuatan gaib. Termasuk, tidak mempan dikirim hawa panas macam santet dan tenung dari orang pintar yang bermaksud jahat. Bagi peziarah yang ingin sampai di pulau Silungonggo, lebih dulu harus menemui juru kunci tempat keramat itu, namanya Salimin.
Lelaki renta ini siap mengantar siapa saja yang berziarah. Termasuk berperan menghantar doa dan permohonan yang diinginkan peziarah ke hadapan arwah Ki Lodang Datuk. Di sini, ada syarat utama yang harus dipatuhi peziarah. Yakni, hanya diperbolehkan melakukan ziarah pada malam hari. Setelah matahari tidak terlihat lagi di atas awang-awang. Sebaliknya jika terlanjur datang siang hari maka disarankan agar lebih dulu beristirahat di rumah Mbah Salimin.
Perlengkapan ritual yang dibutuhkan berupa kembang boreh, dan kembang setaman yang ditambah dengan sesaji lain. Namun, karena sang juru kunci, Mbah Salimin satu-satunya mata pencahariannya mengantar peziarah, maka dia mengenakan biaya pengawalan pada peziarah sekitar Rp150 ribu sampai Rp200 ribu.
Tepatnya, bila malam telah merayap Mbah Salimin akan mengantar peziarah perorangan atau rombongan ke makam sang wali. Modal dia hanya sebuah perahu tradisional yang siap setiap setia menyusuri sungai Silungonggo menuju ke pulau Seprapat. Sesampainya di sana, Mbah Salimin mengajak peziarah memasuki sebuah makam tua. Di tempat ini, siapa saja diharuskan berdoa memohon apa yang diinginkan. Mbah Salimin sendiri yang akan membimbing mereka.
Hanya saja, cara dan metode berdoa tergantung dengan kepercayaan masing-masing. Itu pun boleh dilakukan dengan cara bersila, tiduran, atau bahkan dengan tidur beneran. Selama semalam di tengah ritual memohon, peminta kekayaan diharuskan merendah dengan khusyuk mengheningkan cipta. Larut dalam suasana sakral di tengah malam tirakat yang dia jalankan.
Biasanya, pada tengah malam pelaku dengan sendirinya akan keletihan, selebihnya seperti tersirep langsung tertidur. Dan, di tengah tidurnya itulah wangsit biasanya turun. Memberikan petunjuk cara mendapatkan kekayaan sekaligus usaha-usaha yang harus ditekuni. Begitu peziarah tertidur Mbah Salimin akan meniggalkannya seorang diri dan kembali menjemput setelah matahari kembali bersinar.
Sesuai wangsit yang datang di tengah kegelapan malam itu, siapa saja akan menjadi kaya raya dalam waktu tidak lama. Namun, sebagaimana persyaratan yang harus dipenuhi, peminta pesugihan selebihnya akan menjalin perjanjian batin dengan penunggu pulau itu. Yakni, ditunjukan dengan kembali berziarah ke makam Ki Lodang setiap setahun sekali atau maksimal 1.000 hari.
Di samping itu, masih ada perjanjian lain yang lebih mengerikan. Bagi siapa saja yang sudah mengikat kontrak dengan penunggu makam Ki Lodang, harus merelakan salah satu orang yang dicintai sebagai tumbal. Bisa anak kandung atau keponakan. Biasanya, kurang dari 40 hari setelah berziarah orang yang ditumbalkan akan menemui ajalnya dengan cara mengenaskan, seperti kecelakaan, dibunuh orang, atau mati mendadak.
Konon, setelah mati arwahnya akan menjadi kera jadi-jadian yang menghuni pulau tersebut. Karena itu, bila suatu saat Anda berkunjung ke pulau ini, Anda akan didekati oleh seekor kera. Perwujudannya memang binatang, tapi sebenarnya dia memiliki jiwa dan perasaan layaknya manusia. Begitu mata bertatap tiba-tiba ia akan meneteskan air mata kesedihan sambil menatap dalam-dalam orang yang datang.
Mungkin dia meratapi nasibnya yang dijadikan tumbal oleh orang tuanya. Juga merasa iba menyaksikan tumbal-tumbal baru akan datang di pulau penuh misteri tersebut. Untuk menghilangkan kesedihan dan menghibur sang kera, Mbah Salimin biasanya meminta peziarah yang balik ke pulau membawa barang-barang kesukaan anak-anak atau orang yang telah dia jadikan tumbal.
Bisa berupa pakaian, mainan, atau makanan kegemaran. Anehnya, yang bisa melihat kera itu hanyalah mereka yang pernah menjalin perjanjian gaib saja. Konon, kemampuan melihat alam gaib itu lantaran dalam dirinya sudah menjadi bagian dari alam gaib pulau Seprapat. Setidaknya, jika dia mati kelak arwahnya juga akan menjelma menjadi kera jadi-jadian penunggu pulau sunyi tersebut.
Tak heran, jika di pulau kecil itu sampai saat ini masih sering ditemukan benda-benda kesukaan anak-anak, seperti boneka, mainan, atau bantal kecil. Namun, asal-usul benda itu pun masih misterius, apakah pembawaan para peziarah atau benda yang hanyut terbawa arus sungai yang meluap ? Yang jelas, pulau itu masih menyimpan sejuta misteri.