Arah Wonosari
Iiih, ada sungai, airnya jernih pula!
Jadi pingin main air nih.
Altar batu di puncak candi
baru pertama liat yang kayak gini.
Penyusunnya adalah batu gamping.
Batu pengisinya batu koral.
Bagi-bagi tugas lah.
Aku motret dan Andreas yang wawancara.
Eyang-eyang kita nampung air disini.
Candi Gembirowati.
(Klik Untuk Memperbesar)
Jadilah pada hari Sabtu (06/06/2009) aku dan Andreas harus merogoh kocek Rp 7.000 untuk masuk ke kawasan wisata Pantai Parangtritis. Padahal kami nggak mau ke pantai, maunya ke candi, tapi petugas retribusi nggak mau tau. Ah, sial tenan! Kalau dari pintu masuk kawasan wisata Pantai Parangtritis, tinggal ikuti saja jalannya nanti bakal terhubung dengan jalan ke arah Wonosari. Itu jalannya menanjak dan pas ada pertigaan pertama beloklah ke arah kanan. Nanti bakal ketemu dengan papan petunjuk "Sendang Beji", ikuti saja arah papan itu. Parkir kendaraan dekat rumah warga dan berjalan kakilah ke situs candi. Sangat disarankan untuk tidak membawa mobil, karena jalannya sempit.
Sampailah kita di Candi Gembirowati! Candi ini berbeda banget dengan candi-candi yang selama ini kita kenal. Candi ini bentuknya adalah punden berundak, tapi nggak mirip seperti Candi Sukuh. Candi ini nggak memiliki candi perwara. Uniknya lagi candi ini nggak menghadap ke arah timur atau barat, melainkan ke arah selatan. Kenapa? Karena di selatan kan ada Pantai Parangtritis.
Nuansa Air, Nuansa Mistis
Nggak jauh dari candi ada gemericik air dan ternyata setelah ditelusuri ada sungai! Sungai ini mengalir dari batu-batuan, mirip seperti air terjun mini deh. Apalagi ini di daerah Gunung Kidul yang susah air, kok bisa-bisanya disini melimpah sumber air? Selain itu kami juga menemukan sebuah kolam buatan dari masa lampau yang usianya kira-kira sama dengan candi. Kolam ini jelas digunakan buat menampung air. Hmmm, apa eyang-eyang kita dulu udah tau juga ya kalau di Gunung Kidul itu susah air? Batu yang dipakai untuk menyusun candi juga bukan batu andesit. Tapi batu gamping, yaitu batu yang berasal dari koral di laut. Nggak heran karena berjuta-juta tahun yang lalu daerah ini kan bekas laut. Karena batu gamping ini gampang pecah, jadinya kami nggak mau sembarangan menyentuh batu.
Pas lagi asyik motret-motret, tiba-tiba Andreas ngasih sinyal yang tandanya aku harus segera menghampiri dirinya. Dari gerak-geriknya, kayaknya ini sinyal bahaya. Duh, berbuat salah apa diriku sampai harus dikutuk penunggu candi? Eh ternyata Andreas cuma nyuruh aku salam sama Bapak Juru Pelihara yang bernama Pak Tugiman. Dari Pak Tugiman kami dapat sedikit-banyak informasi tentang candi ini. Kata beliau, candi ini sudah diketahui oleh penduduk dari dahulu kala tapi saat itu kondisinya runtuh tertimpa pohon-pohon. Baru pada tahun 1980-an dilakukan pemugaran. Pak Tugiman sendiri bertugas semenjak tahun 1984 dan kini ia ditemani oleh anaknya. Candi ini banyak dikunjungi oleh wisatawan mancanegara. Tapi lebih lagi candi ini sering digunakan sebagai tempat tirakat untuk ngalap berkah. Sebenarnya candi ini masih memiliki bagian yang belum disingkap. Sebetulnya pernah digali akan tetapi ditutup tanah lagi karena belum ada rencana untuk diekskavasi sepenuhnya.
Di sekitar Candi Gembirowati juga ada sembilan sendang (mata air) yang salah satunya bernama Sendang Beji. Sendang-sendang ini dipercaya masyarakat sekitar sebagai tempat yang afdol untuk tirakat. Makanya nggak heran kalau lokasi ini sarat dengan hal-hal mistis. Apa karena dekat dengan Pantai Parangtritis yang tentunya erat dengan legenda Nyai Loro Kidul sang Ratu Pantai Selatan? Ini memang bisa menjadi obyek pariwisata, akan tetapi para warga desa khawatir kalau lambat-laun sumber daya alam mereka yang melimpah itu, khususnya air, akan dikuasai oleh industri pariwisata. Semoga saja para pelaku industri pariwisata di Pantai Parangtritis masih punya hati untuk hidup damai dengan warga desa dan juga dengan alam yang telah memberi mereka penghidupan.